Satu jam sudah aku menunggu, tapi dokter tak kunjung datang. Sebenarnya
aku malas melakukan medical check up. Pasti cuma cek darah da anir seni
saja, lalu dokter memeriksa dengan stetoskop untuk meyakinkan apakah aku
terkena penyakit atau tidak. Setidaknya itu yang ada di pikiranku,
tidak ada yang lain. Dokter yang memeriksa juga paling-paling dokter
cowok yang sudah tua.
Padahal aku sudah melalui proses medical check up yang pertama, yaitu
pemeriksaan darah dan air seni. Beberapa kali aku menanyakan pada orang
di bagian pendaftaran tapi aku selalu memperoleh jawaban yang sama, lalu
menyuruh aku sabar sebab dokternya sedang dalam perjalanan dan mungkin
terjebak macet. Sesekali aku menguap karena jenuh sudah satu jam
menunggu. Aku melihat arloji di tanganku, dan akhirnya aku memutuskan
kalau dokternya tidak datang 15 menit lagi, maka aku akan pulang.
Dengan menarik nafas kesal, aku memandangi sekeliling. Tiba-tiba mata
aku tertuju pada seorang wanita cantik yang baru saja masuk ke dalam
klinik tersebut. Aku taksir usianya sekitar 33 tahun, tapi tubuhnya
masih seperti gadis 20an tahun, kencang dan padat. Payudaranya yang
membusung cukup besar itu tampak semakin menonjol di balik kaos oblong
ketat yang ia kenakan. Gumpalan pantat di balik celana jeansnya yang
juga ketat, sungguh membangkitkan selera. Batinku, coba dokternya dia
ya, tidak apa-apa deh kalau harus diperiksa berjam-jam olehnya.
Akan tetapi karena rasa bosan yang sudah menjadi-jadi, aku tidak
memperhatikan wanita itu lagi. Aku kembali tenggelam dalam lamunan yang
tak tentu arahnya.
"Mas, silakan masuk. Itu dokternya sudah datang." Petugas di loket pendaftaran membuyarkan lamunanku.
Saat itu aku sudah hendak memutuskan untuk pulang ke rumah, mengingat
waktu sudah berlalu lima belas menit. Dengan malas-malasan aku bangkit
dari bangku dan berjalan masuk ke ruang periksa dokter.
"Selamat malam", suara lembut menyapa saat aku membuka pintu ruang
periksa dan masuk ke dalam. Aku menoleh ke arah suara yang amat
menyejukkan hati itu. Aku terpana, ternyata dokter yang akan memeriksa
aku adalah wanita cantik yang tadi sempat aku perhatikan sejenak.
Seketika itu juga aku menjadi bersemangat kembali.
"Selamat malam, Dok", sahutku.
Ia tersenyum. Aah, luluhlah hatiku karena senyumannya yang semakin membuatnya cantik.
"Oke, sekarang coba buka kaos dan berbaring di sana", kata dokter sambil
menunjuk ke arah tempat tidur yang ada di sudut ruang periksa tersebut.
Aku pun menurut. Setelah menanggalkan kaos oblong, aku membaringkan diri
di tempat tidur. Dokter yang ternyata bernama Dokter Shinta itu
menghampiri aku dengan berkalungkan stetoskop di lehernya yang jenjang
dan putih.
"Pernah menderita penyakit berat? Tipus? Lever atau yang lainnya?" Tanyanya. Aku menggeleng.
"Sekarang coba tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya."
Dengan stetoskopnya, Dokter Shinta memeriksa tubuhku. Saat stetoskopnya
yang dingin itu menyentuh dadaku, seketika itu pula suatu aliran aneh
menjalar di tubuhku. Tanpa aku sadari, aku merasakan batang kemaluanku
mulai menegang. Aku menjadi gugup, takut kalau Dokter Shinta tahu. Tapi
untung ia tidak memperhatikan gerakan di balik celanaku. Namun setiap
sentuhan stetoskopnya, apalagi setelah tangannya menekan-nekan ulu
hatiku untuk memeriksa apakah bagian tersebut terasa sakit atau tidak,
semakin membuat batang kemaluanku bertambah tegak lagi, sehingga cukup
menonjol di balik celana panjangku.
"Wah, kenapa kamu ini? Kok itunya berdiri? Terangsang aku ya?"
Mati deh! Ternyata Dokter Shinta tahu apa yang terjadi di
selangkanganku. Aduh! Muka ini rasanya mau ditaruh di mana. Malu sekali!
"Nah, coba lepas celana panjang dan celana dalam kamu. Aku mau periksa kamu menderita hernia atau tidak."
Nah lho, kok jadi begini?! Tapi aku menurut saja. Aku tanggalkan seluruh
celanaku, sehingga aku telanjang bulat di depan Dokter Shinta yang bak
bidadari itu. Gila! Dokter Shinta tertawa melihat batang kemaluanku yang
mengeras itu. Batang kemaluanku itu memang tidak terlalu panjang dan
besar, malah termasuk berukuran kecil. Tetapi jika sudah menegang
seperti saat itu, menjadi cukup menonjol.
"Uh, burung kamu biar kecil tapi bisa tegang juga", kata Dokter Shinta
sembari mengelus batang kemaluanku dengan tangannya yang halus.
Wajahku menjadi bersemu merah dibuatnya, sementara tanpa dapat dicegah
lagi, batang kemaluanku semakin bertambah tegak tersentuh tangan Dokter
Shinta. Dokter Shinta masih mengelus-elus dan mengusap-usap batang
kemaluanku itu dari pangkal hingga ujung, juga meremas-remas buah
zakarku.
"Mmm... Kamu pernah bermain?" Aku menggeleng.
Jangankan pernah bermain. Baru kali ini aku telanjang di depan seorang wanita! Mana cantik dan molek lagi!
"Aahhh..." Aku mendesah ketika mulut Dokter Shinta mulai mengulum batang kemaluanku.
Lalu dengan lidahnya yang sepertinya sudah mahir digelitiknya ujung
kemaluanku itu, membuat aku menggerinjal-gerinjal. Seluruh batang
kemaluanku sudah hampir masuk ke dalam mulut Dokter Shinta yang cantik
itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya batang kemaluanku. Terasa geli
dan nikmat sekali. Baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang tak
tertandingi seperti ini.
Dokter Shinta segera melanjutkan permainannya. Ia memasukkan dan
mengeluarkan batang kemaluanku dari dalam mulutnya berulang-ulang.
Gesekan-gesekan antara batang kemaluanku dengan dinding mulutnya yang
basah membangkitkan kenikmatan tersendiri bagiku.
"Auuh.. Aaahh.."
Akhirnya aku sudah tidak tahan lagi. Kemaluanku menyemprotkan cairan
kental berwarna putih ke dalam mulut Dokter Shinta. Bagai kehausan,
Dokter Shinta meneguk semua cairan kental tersebut sampai habis.
"Duh, masa baru begitu saja udah keluar." Dokter Shinta meledek aku yang baru bermain oral saja sudah mencapai klimaks.
"Aku.. baru pertama kali.. melakukan ini.. Dok…" jawabku terengah-engah.
Dokter Shinta tidak menjawab. Ia melepas jas dokternya dan
menyampirkannya di gantungan baju di dekat pintu. Kemudian ia
menanggalkan kaos oblong yang dikenakannya, juga celana jeansnya. Mataku
melotot memandangi payudara montoknya yang tampaknya seperti sudah
tidak sabar ingin mencelat keluar dari balik BH-nya yang halus. Mataku
serasa mau meloncat keluar sewaktu Dokter Shinta mencopot BH-nya dan
melepaskan celana dalamnya.
Astaga! Baru sekarang aku pernah melihat payudara sebesar ini. Sungguh
besar namun terpelihara dan kencang. Tidak ada tanda-tanda kendor atau
lipatan-lipatan lemak di tubuhnya. Demikian pula pantatnya. Masih
menggumpal bulat, montok dan kenyal. Benar-benar tubuh paling sempurna
yang pernah aku lihat selama hidupku. Aku rasakan batang kemaluanku
mulai bangkit kembali menyaksikan pemandangan yang indah ini.
Dokter Shinta kembali menghampiriku. Ia menyodorkan payudaranya yang
menggantung kenyal ke wajahku. Tanpa mau membuang waktu, aku langsung
menerima pemberiannya. Mulutku langsung menyergap payudara yang indah
itu. Sambil menyedot-nyedot puting susunya yang amat tinggi itu,
mengingatkanku waktu aku menyusu pada ibuku saat aku kecil. Dokter
Shinta adalah wanita yang kedua yang pernah aku isap-isap payudaranya,
tentu saja setelah ibuku saat aku masih kecil.
"Uuuhhh.. Aaah..." Dokter Shinta mendesah-desah saat lidahku menjilat-jilat ujung puting susunya yang begitu tinggi menantang.
Aku mainkan puting susu yang memang menggiurkan itu dengan bebasnya.
Sekali-sekali aku gigit puting susunya itu. Tidak cukup keras memang,
namun cukup membuat Dokter Shinta menggelinjang sambil meringis-ringis.
Tak lama kemudian, batang kemaluanku sudah siap tempur kembali. Aku
menarik tangan Dokter Shinta agar ikut naik ke atas tempat tidur. Dokter
Shinta memahami apa maksudku. Ia langsung naik ke atas tubuhku yang
masih berbaring telentang di tempat tidur. Perlahan-lahan dengan tubuh
sedikit menunduk ia mengarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya
yang sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu lebat kehitaman.
Lalu dengan cukup keras, setelah batang kemaluanku masuk satu sentimeter
ke dalam liang kewanitaannya, ia menurunkan pantatnya, membuat batang
kemaluanku hampir tertelan seluruhnya di dalam liang senggamanya. Aku
melenguh keras dan menggerinjal-gerinjal cukup kencang waktu ujung
batang kemaluanku menyentuh pangkal liang kewanitaan Dokter Shinta.
Menyadari bahwa aku mulai terangsang, Dokter Shinta menambah kualitas
permainannya.
Ia menggerak-gerakkan pantatnya berputar-putar ke kiri ke kanan dan naik
turun ke atas ke bawah. Begitu seterusnya berulang-ulang dengan tempo
yang semakin lama semakin tinggi. Membuat tubuhku menjadi meregang
merasakan nikmat yang tiada tara.
Aku merasa sudah hampir tidak tahan lagi. Batang kemaluanku sudah nyaris
menyemprotkan cairan kenikmatan lagi. Namun aku mencoba menahannya
sekuat tenaga dan mencoba mengimbangi permainan Dokter Shinta yang liar
itu. Akhirnya,
"Aaahh.. Ouuhhh.." Aku dan Dokter Shinta sama-sama menjerit keras.
Kami berdua mencapai klimaks hampir bersamaan. Aku menyemprotkan
spermaku di dalam liang kewanitaan Dokter Shinta yang masih
berdenyut-denyut menjepit batang kemaluanku.
Tag :
cerita sex
0 Komentar untuk "Cerita Sex Diperiksa Dokter Cantik "