Nama saya Dika, umur saya 28 tahun. Selain pekerjaan tetap saya sebagai
seorang staf HRD di sebuah perusahaan swasta, saya juga mempunyai usaha
sampingan sebagai retailer handphone. Saya tinggal di daerah Jakarta
Selatan, bersama dengan Kakak saya, Mbak Citra dan suaminya, Mas Andi.
Maklum, masih bujangan dan sementara Mbak Citra itu belum punya anak,
jadi untuk 'meramaikan suasana' saya tinggal bersama mereka.
Pada suatu ketika, Mbak Citra menanyakan salah satu tipe handphone
kepada saya. Karena temannya, sebut saja Ana, sedang mencari handphone
jenis itu. Kebetulan sekali saya ada stock handphone tipe itu.
Ana, teman Mbak Citra itu, umurnya sekitar 29 tahun dan sering juga main
ke rumah kami, sudah cukup akrab lah dengan kami. Wajahnya lumayan
manis, kulitnya putih bersih dengan rambut sebahu, yang kadang suka
membuat saya agak deg-degan juga saat melihatnya.
Setelah harga sesuai dan barang siap, 3 hari kemudian, kebetulan hari
Minggu, Ana berniat untuk mengambil handphone tersebut. Sebetulnya Mbak
Citra tidak ada rencana untuk pergi pada hari Minggu itu karena Ana akan
datang, hanya saja sekitar jam 10-an, Mas Andi ditelepon temannya yang
mengatakan bahwa ada seorang dari teman mereka yang meninggal. Maka
mereka pun segera berangkat, sebelum berangkat Mbak Citra berkata kepada
saya,
"Dik, nanti kalo si Ana datang, suruh makan yah, udah dimasakin tuh,
trus kalo mau pulang, nggak usah tungguin Mbak dan Mas Andi"
"Iya Mbak, pokoknya beres deh…" jawabku. Memang Ana ini sudah seperti keluarga.
Sekitar jam 12-an, Ana datang.
"Kok sendirian aja Mbak, mana 'gandengannya'? Nggak diajak nih.." goda saya, meski saya tahu kalau Ana belum punya pacar.
Saya memang memanggil dia dengan Mbak karena dia teman Mbak Citra. Dia hanya tersenyum.
"Mana Mbak Citra dan Mas Andi, Dik?" Tanya dia.
"Lagi melayat temannya Mas Andi, Mbak.." jawabku.
Maka setelah ngobrol kesana kemari serta menunjukkan handphone yang akan dia beli itu, kemudian Ana berkata,
"Dik, ajarin Mbak yah pakenya, abis Mbak kan baru sekarang punya ini, musti belajar dulu."
"Beres Mbak, tenang aja.." jawabku.
Maka sambil duduk di sebelahnya, saya mulai mengajarinya cara
menggunakan handphone itu. Hmm... wangi tubuhnya yang putih bersih itu
mulai tercium. Kulitnya yang mulus ditumbuhi bulu-bulu halus
ditangannya. "Wah… tipe cewek gini nich yang gue suka", kata saya dalam
hati. Semakin lama saya semakin berani untuk mendekatkan posisi duduk
saya, semakin merapat ke sisi Ana. Sambil sesekali saya curi-curi
mencium rambutnya. Oohh... tiba-tiba aja saya ingin membelai rambutnya.
Setelah beberapa penjelasan yang saya berikan, dia mulai mencoba
handphone itu, meski beberapa kali ada salah pencet. Karena salah itu,
saya meralat dengan menekankan tombol yang benar, yang mau tidak mau,
saya harus memegang jari-jari manis Ana. Entah tiba-tiba saja, saya
menggenggam tangan Ana.
"Tangan kamu halus sekali Na, lembut.." kata saya.
Wajah Ana yang putih berubah jadi kemerahan dan tertunduk saat saya menatap matanya.
"Ah kamu Dik, biasa aja"
Saya semakin memberanikan diri saya, saya menaruh handphone itu di meja dan mulai meremas tangan Ana.
"Kamu manis sekali Ana"
Ana hanya diam saja sambil tetap menunduk. Saya memegang pundaknya dan
memutar badannya hingga berhadapan dengan saya. Saya sentuh dagunya dan
saya angkat wajahnya, hingga saya bisa melihat dengan jelas betapa
manisnya wajah Ana, meski agak merah karena malu mungkin. Saya tersenyum
dan dia pun balas tersenyum.
Saya semakin nekat, perlahan-lahan saya mendekatkan wajah saya ke
arahnya dan saya lihat dia mulai memejamkan matanya. "Nah, ini dia
nich…" pikirku. Perlahan saya mulai menyentuh bibirnya yang mungil itu.
Tidak saya sangka, ternyata dia membalas kecupan saya. Saya jadi semakin
bernafsu untuk melumatkan bibirnya, ternyata semakin 'buas' juga dia
membalasnya. Hmm… saya jadi tidak tahan.
Perlahan saya mulai melingkarkan tangan saya ke pinggangnya, dia
membalasnya. Saya semakin mendekapnya, dan saya rasakan gumpalan
payudaranya yang mungil, hangat di dada saya. Sambil terus berciuman,
saya mulai merebahkan Ana di karpet tempat kami duduk. Sementara itu,
batang kemaluan saya mulai berdiri. Sambil masih mengenakan baju, saya
menggesek-gesekkan batang kemaluan saya itu ke belahan selangkangannya.
Kebetulan dia mengenakan kulot dari bahan yang agak tipis, sehingga
gundukan kemaluannya bisa saya rasakan meski masih memakai celana. Saya
lihat dia masih memejamkan mata sambil sesekali terdengar nafasnya yang
memburu. Dia pun membalas goyangan pinggul saya dengan menggoyangkan
pantatnya.
"Hmm… mungkin dia udah pernah nih" pikirku. Kami semakin panas, perlahan
saya mulai melepaskan kancing kemeja putih yang dia kenakan, satu
persatu sambil saya dengar nafasnya yang makin cepat. Setelah semua
kancing saya lepaskan, mulai saya singkap ke kiri dan ke kanan kemejanya
itu. Ohh... payudaranya tidak terlalu besar memang, tapi kulitnya itu
yang membuat jantung saya berdegup keras, halus sekali. Saya mulai
mencium bagian telinga, lalu semakin turun ke leher, Ana menggelinjang.
Saya teruskan ke bagian dadanya sambil perlahan saya lepaskan bra-nya.
Saya lihat puting payudaranya yang berwarna merah muda itu sudah
membesar dan payudaranya agak keras. Saya cium perlahan-lahan sekitar
putingnya, Ana semakin menggelinjang.
"Aaahh… terus Dik, teruuss... aahhh..." desahnya.
Sambil terus mencium dan menjilat payudaranya, perlahan saya lepaskan
kancing celananya. Rupanya Ana paham akan maksud saya itu, dia
mengangkat pantatnya sedikit sehingga dengan leluasa saya melepaskan
celananya. Rupanya dia pun tidak mau ketinggalan, dia melepaskan satu
persatu kancing kemeja saya, sebelum habis semua kancing kemeja saya
terbuka, saya segera melepaskannya. Setelah itu, Ana melepaskan kancing
celana saya. Kini kami hanya mengenakan celana dalam saja. Saya kemudian
menggesek-gesekkan batang kemaluan saya yang masih ditutupi celana
dalam itu ke selangkangannya. "Ahh... semakin terasa sekarang" pikirku.
"Kamu cantik sekali Ana, kamu manis…" rayuku.
Kembali saya cium sekitar payudaranya sambil perlahan-lahan saya
turunkan ciuman saya ke bawah. Terus ke pusar, saya lihat dia kegelian,
sambil meremas rambut saya.
"Teruskan Dik, aku pingin…" katanya.
Terus saya ciumi sampai akhirnya tiba di selangkangannya. Samar-samar
bisa saya lihat bulu-bulunya yang lebat di balik celana dalamnya yang
menggunung itu. Saya ciumi, hmm... wangi sekali. Secara naluriah, Ana
merenggangkan kakinya sehingga saya semakin leluasa menciuminya.
Semakin lama saya lihat semakin basah celananya itu, maka dengan cepat
saya melepaskan celana dalamnya itu. Benar, rupanya sudah basah, saya
perlahan mulai menjilati liang kewanitaannya yang basah. Ana semakin
menggelinjang, saya sedot, saya jilat klitorisnya.
"Suu..daahh… Dika… mmaa..ssuu..kkiinn…" desahnya tak sabar.
Maka dengan segera saya melepaskan celana dalam saya dan memasukkan
batang kemaluan saya ke liang kewanitaan Ana. Mungkin karena sudah
basah, dengan mudah kejantanan saya menerobos masuk. Saya sempat
berpikir sejenak, kok langsung yach, Ooo.. berarti Ana memang sudah
pernah berhubungan sebelumnya.
Dengan perlahan saya mulai menghujamkan batang kemaluan saya, semakin
dalam semakin hebat gelinjang Ana. Setelah saya rasakan semua sudah
masuk, perlahan saya mulai bergerak keluar masuk, pelan.. pelan.. Ana
pun tak mau kalah, dia menggoyangkan pantatnya.
"Aahhh... teerruuss… Dik... aaahh…" desahnya.
Saya pun semakin cepat bergerak, sambil saya hisap putingnya. Rupanya
Ana akan orgasme, gerakannya semakin liar. Tak lama kemudian, dengan
gerakan mengangkat bagian punggungnya, dia dengan 'agak kasar' melumat
bibir saya dan saya rasakan batang kemaluan saya terasa berdenyut-denyut
dan terjepit. Dan, "Aaahh.." dengan jeritan tertahan, Ana seolah
menggelepar dan tak lama kemudian tubuhnya terkulai lemas. Dia sudah
orgasme rupanya, sambil menatap saya, dia berkata,
"Kamu hebat Dik, kamu terusin aja, sampe kamu juga dapet yah sayang"
Kembali saya menggerakkan batang kemaluan saya keluar masuk. Ana
mengulum bibir saya, rupanya dia sudah mulai panas lagi, goyangan
pantatnya semakin cepat dan semakin cepat. Saya rasakan bahwa sperma
saya sudah hampir tiba di ujungnya, saya semakin mempercepat gerakan
saya, diimbangi oleh gerakan Ana.
"Aahh… Anaa... aku mau keluar nihh..." desahku.
"Samaa… Dik, aku jugaa… aaahh…" jerit Ana tertahan berbarengan dengan muncratnya sperma saya keluar.
Pada saat sperma saya akan keluar itu, saya hujamkan batang kemaluan
saya sedalam-dalamnya kedalam liang kewanitaan Ana. "Aaahh…" Kami keluar
bersamaan. Sesaat mata saya terasa berkunang-kunang dan selanjutnya
saya merasa melayang.
Ah, rupanya cukup banyak sperma yang telah saya keluarkan di dalam liang
kewanitaan Ana, karena saya merasa beberapa kali menyemprotkannya dan
setelah itu masih terasa terus mengalir keluar. Terasa hangat ujung
kemaluan saya itu. Ana pun tampaknya sangat puas.
"Dik... Kamu hebat sekali, aku bisa sampe 2 kali keluar… kamu hebat sekali sayang…"
"Terima kasih sayang…" kata saya sambil mengecup kening Ana.
"Biarkan didalam saja sayang, aku masih ingin merasakan hangatnya…" bisik Ana di telinga saya.
Rupanya Ana punya maksud lain dengan membiarkan batang kemaluan saya itu
tetap di dalam liang kewanitaannya. Setelah kami dapat mengatur nafas
kembali, saya rasakan pantat Ana kembali digerak-gerakkan. Gerakannya
memutar dan naik turun. Batang kemaluan saya yang sudah terkulai lemas,
dengan gerakan seperti itu, kembali mulai tegang.
"Kamu diam aja Dik, sekarang giliranku yang akan membuat kamu melayang" bisik Ana.
Pada saat batang kemaluan saya sudah kembali tegang, Ana meminta saya
untuk segera mengeluarkan batang kemaluan saya itu dari dalam liang
kewanitaannya. Begitu batang kemaluan saya keluar, saya langsung
didorong ke belakang hingga saya telentang dan tanpa saya sangka, Ana
mulai memasukkan batang kemaluan saya kedalam mulutnya. Aaahh... rasanya
geli bercampur nikmat, apalagi pada saat lidahnya bermain-main di
sekitar ujung batang kemaluan saya.
Dia hisap ujung batang kemaluan saya, lalu dengan perlahan dia mulai
memasukkan ujung batang kemaluan saya ke dalam mulutnya, terus hingga
setengah batang kemaluan saya memenuhi mulutnya. Astaga, geli bercampur
nikmat saya rasakan hingga di ubun-ubun saya. Dia terus mengulum dan
mengisap batang kemaluan saya, hingga akhirnya,
"Aaahh… Anaa… akuu… maauu... keeluuaarr... aahhh..."
Saya sudah tak tahan lagi, dengan batang kemaluan saya yang masih di
dalam mulutnya, saya muncratkan sperma saya. Saya pikir Ana akan segera
mengeluarkan batang kemaluan saya dari mulutnya begitu sperma saya
muncrat, tapi ternyata tidak. Dia malah seperti mengisap-isap batang
kemaluan saya hingga saya merasa melayang-layang.
"Aaahh… Ana... kamu hebat sekali, aku nggak kuat" kata saya sambil tersenyum pada Ana.
Batang kemaluan saya benar-benar merasa tersedot seluruh isinya, saya
lemas sekali. Dan ketika tidak ada sperma yang keluar lagi, Ana
mengeluarkan batang kemaluan saya dari mulutnya. Ohh, rupanya dia
menelan semua sperma saya itu karena batang kemaluan saya bersih dan
dari mulutnya pun tak ada sisa sperma yang tertinggal.
Setelah itu kami tidur-tiduran di karpet tempat kenikmatan terjadi,
sambil saya memeluk Ana dari belakang. Saya dapat melihat kepuasan
mamancar dari wajah Ana yang cantik itu. Sungguh Ana, saya pun puas
sekali. Dan semenjak saat itu, dengan alasan belajar memakai handphone,
saya dan Ana sering bertemu dan mengulangi segala kenikmatan yang telah
kami lakukan, baik di tempat Ana maupun di rumah saya sewaktu Mbak Citra
dan Mas Andi tidak ada.
Tag :
cerita sex
0 Komentar untuk "Cerita Sex Kenikmatan Dari Berdagang "